Diterangkan Menerangkan: 2014
Contact Us:

If You Have Any Problem, Wanna Help, Wanna Write Guest Post, Find Any Error Or Want To Give Us Feedback, Just Feel Free To Contact Us. We Will Reply You Soon.

Name: *


Email: *

Message: *


LiveZilla Live Help

Monday, September 15, 2014

Bahasa Binatang

Seorang pemuda memohon kepada Musa as.supaya beliau mau bermurah hati mengajarkan ilmu bahasa binatang kepadanya. Musa as., dengan kemurahan hatinya, menolak permohonan si pemuda. Kemurahan hati tidak selalu berarti memberikan segala yang orang lain minta, karena justru dengan tidak memberikan ilmu bahasa binatang itu, sesungguhnya Musa as. sedang menyelamatkan si pemuda dari bencana yang akan menimpanya. Tapi kemurahan hati Tuhannya Musa as. berbeda, sehingga setelah untuk ke sekian kalinya si pemuda memohon dengan sangat (bahasa lainnya: memaksa—sifat khas bani Israel), Tuhan memerintahkan Musa as. untuk mengajarkan ilmu bahasa binatang kepada si pemuda. Tidak semua binatang, tapi sesuai permintaan si pemuda, hanya bahasa anjing dan bahasa ayam jantan saja.

Esok pagi harinya, si pemuda yang telah menguasa ilmu dua bahasa binatang tadi bangun pagi-pagi demi mencoba ilmu barunya. Ilmu yang sebenarnya hanya bisa dikendarai oleh para nabi. Mungkin bukan hanya Sulaiman as. saja, bahkan seluruh nabi, sebab jangankan binatang, batu dan pohon saja mengucapkan salam kepada Muhammad saw..

Sepotong roti dilemparkan ke halaman. Tentu saja yang dituju oleh si pemuda adalah seekor anjingnya. Sayangnya, ayam jantan ternyata bangun lebih pagi dari anjing, sehingga sepotong roti tadi lebih dulu berada di hadapan ayam jantan. Melihat jatah rejekinya direbut ayam jantan, anjing berteriak dari kejauhan, “Tinggalkan roti itu untukku sebab sesuai dengan alat dan sistem pencernaan yang dciptakan Tuhan untuk masing-masing kita, rejekimu adalah biji-bijian dan bukannya roti.”

“Diamlah,” jawab ayam jantan, “Esok pagi, berdasar kabar dari malaikat yang turun membawa fajar pagi tadi, keledai milik tuan kita akan mati. Jadi bersabarlah, karena esok pagi engkau akan mendapat ganti rejeki yang lebih baik dan lebih banyak sebab hari ini engkau telah mengikhlaskan sepotong roti ini untukku. Percayalah, malaikat tidak pernah berdusta.”

Mendengar kabar bahwa esok pagi keledainya akan mati, pemuda-bukan-nabi yang menguasai dua bahasa binatang itu bergegas menjual keledainya, “Untung aku mengerti pembicaraan mereka, kalau tidak, aku pasti menderita kerugian.”

Benar, keesokan pagi, keledai tersebut mati. Tapi di tempat lain, sehingga anjing yang sudah puasa sehari itu marah dan mencerca ayam jantan, “Kamu yang hendak menipuku demi sepotong roti atau malaikat pembawa fajar pagi-mu itu yang telah berdusta?”

Ayam jantan yang belum menyadari bahwa tuan mereka telah mengerti bahasa mereka menjawab, “Milyaran tahun aku selalu berkokok di waktu yang semestinya, dan milyaran tahun malaikat tidak pernah berdusta. Maka bersabarlah sekali lagi, sebab esok pagi kuda tuan kita akan mati.”

Mendengar janji yang lebih besar (kuda selalu lebih besar dari keledai apalagi roti), anjing tersebut menuruti saran ayam jantan. Bersabar sekali lagi artinya berpuasa sehari lagi. Tapi sebagaimana yang terjadi kemarin, pemuda-bukan-nabi itu mengambil tindakan yang sama: menimpakan kerugian kepada orang lain, sehingga kuda tersebut mati di tempat lain.

Anjing, dengan amarah yang membuncah, mendatangi ayam jantan untuk menagih janji. Ayam jantan, dengan keheranan yang memuncak, hanya bisa menyampaikan kabar kematian yang lain lagi, “Bersabarlah sekali lagi, sebab esok pagi, giliran tuan kita yang akan mati. Sebagaimana yang kau tahu, upacara kematian selalu disertai hidangan-hidangan yang terdiri dari daging dan tulang. Memang secara ukuran tidak lebih besar dari kuda, tapi sebagaimana yang kau tahu, daging dan tulang yang dimasak dan diolah dengan bumbu jelas lebih enak dan lebih empuk sehingga tidak terlalu beresiko bagi gigi-gigimu.”

Mendengar janji yang lebih enak dan lebih empuk, anjing tersebut menuruti saran ayam jantan. Bersabar sekali lagi artinya berpuasa sehari lagi. Sementara pemuda-bukan-nabi yang mendengar kabar kematiannya, dengan ketakutan yang membumbung, berlari mencari Musa as., setelah ketemu, ia memohon agar Tuhannya Musa mengampuni dirinya yang telah menyalahkangunakan ilmu bahasa binatang yang menyebabkan dua orang lain menderita kerugian dan juga menyebabkan seekor anjing kelaparan. Namun memohon ampun tidak selalu berarti menyadari kesalahan. Permohonan ampun si pemuda tidak lain adalah sebuah permohonan yang lain: jangan cabut nyawaku. Jangankan nyawa dirinya sendiri, sedang nyawa seekor keledai dan seekor kuda saja ia tak rela.

Musa as. tidak menjawab. Beliau hanya menghadap ke langit, “Wahai Tuhan, selamatkan iman pemuda ini.”

Satu spasi setelah titik yang menutup doa Musa as., pemuda itu mati. Memang mati di tempat lain, tapi seekor anjing yang telah berpuasa tiga hari tetap mendapatkan bagiannya—yang lebih enak dan lebih empuk.

*("Bahasa Binatang" disadur dari salah satu tulisan Jalaluddin Rumi)

Padangan, 14 September 2014

Posted By: Unknown on Monday, September 15, 2014

Friday, September 12, 2014

Tuhan Punya Takdir, Manusia Punya Nuklir (2)

(Bagian Kedua dari Beberapa Tulisan)

Judul Tidak Serasi dengan Isi
Masih tentang informasi. Jika pada bagian pertama membahas blokade informasi, pada bagian kedua ini pembahasan bergeser ke bias informasi. Dalam blokade, porsi informasi dibatasi. Namun karena bumi ini luas, dan selalu saja ada orang-orang unik berjiwa pendobrak—meski sedikit sekali dibanding luasnya bumi—sehingga tidak rela dengan bahasa Inggris saja, upaya blokade itu akhirnya disadari kurang memadai sehingga diperlukan metode pendamping.

Contoh yang paling mudah adalah Bank. Dulu tidak ada yang namanya Bank Syariah. Bank ya Bank saja. Anehnya, ketika Bank Syariah lahir sehingga “Bank ya Bank saja” itu akhirnya disebut Bank Konvensional, tak satu orang pun yang berdiri dan mengacungkan jari: Jika uang yang beredar di Bank Syariah itu tak lain adalah uangnya Bank Konvensional juga, atau, jika uang yang beredar di Bank Syariah itu adalah kertas juga, lantas apa bedanya Syariah dengan Bukan Syariah?

Seperti itulah bias informasi. Publik ditipu mentah-mentah oleh istilah, sehingga “derajat” orang yang “percaya” kepada Bank Syariah sesungguhnya lebih tertipu daripada orang yang “percaya” kepada Bank Konvensional. Jauh sebelum itu, sebuah praktek yang oleh Alquran dikenali sebagai riba, dengan metode bias informasi, dikemas dengan nama usury. Namun sekali lagi, karena selalu saja ada orang-orang unik berjiwa pendobrak yang mengabarkan betapa tidak adilnya usury, nama itu sekali lagi dipermak menjadi interest.

Contoh yang lebih jelas lagi adalah bias informasi terhadap perilaku kaum Luth Modern. Awal muncul, kaum itu dijuluki homoseksual. Namun karena “homo” ternyata mengingatkan orang pada monyet-monyet peliharaan Darwin (Homo Wajakensis, Homo Robustus, Homo Soloensis, Homo Sapien), dengan metode bias informasi, julukan itu diganti dengan Gay dan Lesbian. Supaya lebih sopan dan lebih indah. Bukankah sopan dan indah adalah sifat yang kita sukai?

Klasifikasi Bank Konvensional-Bank Syariah dan transformasi usury ke interest atau homoseksual kegay/lesbian adalah contoh bias informasi terstruktur. Artinya, ada proses penciptaan dan penggembalaan arah sejarah terkait dengan klasifikasi dan transformasi tersebut. Namun, sebagaimana blokade informasi dinilai kurang memadai jika berdiri sendiri tanpa metode pendamping, bias informasi terstruktur akhirnya juga dinilai kurang memadai jika tidak didampingi bias informasi tidak terstruktur. Contoh paling gampang bisa dicermati satu persatu di Youtube.

Slogan Sharing is Caring baik jika  yang di-share adalah informasi yang baik juga. Sedangkan informasi yang baik, siapapun akan setuju, adalah informasi yang benar. Di Youtube, sedekah (sharing) berbuah petaka karena jumlah orang yang menyedekahkan tahi lebih banyak dari jumlah orang yang menyedekahkan hati. Masih ingat syiir tanpa waton, yang hanya karena judul videonya diembel-embeli “Gus Dur”, lantas ramai orang meyakini bahwa itu ciptaan bahkan dinyanyikan sendiri oleh Gus Dur?

Lengkap sudah perangkat keterperosokan kita: sumber daya kritis tipis plus informasi yang terbatas plus informasi yang dibelokkan arahnya.

Berkaitan dengan situasi Ukraina, keterperosokan kita dipahami betul oleh “mereka”. “Mereka” yang oleh Alquran diperkenalkan kepada kita dengan nama Ya’juj Ma’juj (Gog and Magog). “Mereka” adalah manusia juga, hanya saja mendapat takdir yang berbeda: hanya Tuhan saja yang kuasa memusnahkan mereka. Sebuah takdir yang seharusnya bisa mendatangkan pemahaman kepada kita mengapa mereka begitu ngeyel dengan agenda mereka: menyalahkan Rusia dengan menggunakan Ukraina sebagai batu di balik udang. Apakah Vladimir Putin mendirikan camp konsentrasi dan mengumpulkan orang-orang Ukraina untuk antri “diuapkan”? Jika tidak, mengapa Cameroon, Merkel, Charles, di tempat dan waktu yang masing-masingnya berbeda, sama-sama menggelari Vladimir Putin sebagai Hitler?

Cameroon, Merkel, dan Charles jelas bukan bocah SD. Tapi melihat level rasionalitas mereka dalam membandingkan Hitler denganPutin, duduk di ayunan bocah TK saja mereka sebenarnya tak layak.

Mengakhiri bagian kedua ini, mari kita sama-sama mencari jawaban pertanyaan berikut: mengapa yang mereka jadikan persamaan bagi Putin adalah Hitler dan bukan yang lain, bukankah Lenin dan Stalin lebih dekat kepada Putin daripada Hitler?

Padangan, 10 September 2014

Posted By: Unknown on Friday, September 12, 2014

Sunday, September 7, 2014

Daun dan Bunga


Tanpa dasar, kami bertengkar. Bertengkar tentang daun, tanpa menghiraukan akar. Kami bertengkar tentang jawaban yang benar: mengapa daun yang ini kering sedang daun yang itu segar. Tanpa sadar, kami berkelahi sampai sama-sama terkapar. Tak ada sesuatu pun yang bisa membuat kami bangun dan kembali sadar. Tak juga gelegar halilintar.

Kami belum mati, tapi juga tidak bisa disebut masih hidup.  Darah memang tak mengucur keluar, tapi membeku di dalam. Terdengar oleh kami sebuah salam, tapi kebekuan menahan kami tetap diam. Tiba-tiba, seperti kuda, kami terbangun oleh lecutan cemeti. Terbangun, tapi masih belum kembali sadar. Seseorang entah siapa, atau sesuatu entah apa, membangunkan kami, hanya supaya kami kembali bertengkar.

Jika sebelumnya tentang daun, kali ini tentang bunga. Bunga adalah daun yang tidak puas dengan kedaunannya, sehingga harus tampil semenarik mungkin agar tidak disebut daun. Ini menurut kami yang di sebelah sana. Di sebelah sini, menurut kami, bunga adalah kertas yang tidak puas dengan kekertasannya, sehingga harus ditampilkan semenarik mungkin agar tidak disebut riba.

Bunga adalah daun, karena itu bersifat alami. Bunga adalah kertas, karena itu bersifat membohongi. Masing-masing dari kami bersikeras dengan salah satu dari dua pendapat tadi. Akhirnya, kembali kami berkelahi. Terkapar sekali lagi. Tak ada sesuatu pun yang bisa membuat kami bangun dan sadar kembali. Tak juga kobaran api.

Kami seperti Ashabul Kahfi. Bedanya, Ashabul Kahfi tertidur, kami terkapar. Bedanya lagi, Ashabul Kahfi mempertahankan diri dari kebodohan para penguasa yang tampak jelas, sedangkan kami mempertahankan kebodohan kami sendiri. Kebodohan tentang daun dan bunga. Kebodohan yang membenarkan argumentasi Iblis, “Aku dari api, kamu dari tanah.”

Sambong, 5 September 2014

Posted By: Unknown on Sunday, September 7, 2014

Thursday, September 4, 2014

Tuhan Punya Takdir, Manusia Punya Nuklir (1)


(Bagian Pertama dari Beberapa Tulisan)

Benar-benar bukan tugas saya untuk menulis analisis terhadap konflik yang berlangsung di sekitar Laut Hitam. Seorang aparat sipil sebuah negara besar namun kecil, jelas jauh dari kepantasan untuk menimbang, misalnya, seorang Putin, seorang Obama, atau seorang Poroshenko. Pengalaman menjadi korban fitnah, sebagaimana yang sedang dirasakan Rusia, dan pengalaman menjadi pihak yang dibodohi sehingga menjadi umpan, sebagaimana yang diperankan Ukraina, mau tidak mau, muncul menjadi sebuah kepedulian dalam bentuk yang paling sederhana: tulisan. Dan persetan dengan segala ketidakpantasan.

Problem Bahasa dan Blokade Informasi
Berpuluh tahun, tidak ada yang mempersoalkan mengapa mesti bahasa Inggris yang disepakati menjadi Bahasa Internasional. Sebuah kesepakatan yang kemudian menjadikan bahasa Inggris sebagai sebuah materi dalam kurikulum sekolah. Alhasil, hampir semua orang nonInggris yang pernah bersekolah minimal tingkat menengah pertama, mengerti bahasa Inggris. Hasil yang lain, hampir semua orang nonInggris, tidak mengerti bahasa yang lain, bahasa Arab misalnya (sebuah bahasa yang mestinya dimengerti oleh seluruh orang yang mengaku Islam karena dalam bahasa itulah Tuhan berdialog dengan mereka), atau bahasa Rusia.

Amerika Serikat, sebagai istana kedua Dajjal setelah Inggris, mendapatkan keuntungan besar dari mendunianya bahasa Inggris. Tidak banyaknya perbedaan antara bahasa Inggris dengan bahasa Amerika Serikat, dengan atau tanpa paksaan, membuat hampir seluruh orang di dunia hanya akan bisa mendapatkan informasi Internasional dari media-media berbahasa Inggris yang hampir seluruhnya dimiliki oleh Sindikat Piramida Satu Dollar (pengamat konspirasi menyebutnya Illuminati) yang dalam bidang politik saat ini diwakili oleh Pemerintah Amerika Serikat.

Orang NU, jika memiliki media, pasti akan memberikan informasi tentang betapa baik dan benarnya NU. Sikap serupa pun pasti akan dilakukan oleh orang-orang atau lembaga-lembaga “penggenggam kebaikan dan kebenaran” yang lain. Contoh yang paling dekat bisa dilihat pada betapa lucunya media proJokowi dan media proPrabowo dalam menjajakan kebaikan dan kebenaran masing-masing. Pemerintah Amerika Serikat pun sama. Media-media yang menjadi corong informasi, separuh berisi “kebaikan dan kebenaran” Amerika Serikat, dan separuh berisi “keburukan dan kesalahan” Iraq, Iran, Al-Qaeda, Libya, Venezuela, Syria, dan terakhir Rusia.

Berita “Rusia mengirim ribuan pasukan ke perbatasan Ukraina”, “Rusia bertanggungjawab terhadap tragedi MH17”, bahkan berita yang sepintas tidak janggal “Putin-Poroshenko menyepakati gencatan senjata”, wajar jika membuat Menteri Luar negeri Rusia sampai berteriak, “Jika ingin mendapatkan informasi yang benar, tonton juga televisi Rusia!”

“Rusia mengirim ribuan pasukan ke perbatasan Ukraina” dan “Rusia bertanggungjawab terhadap tragedi MH17” jelas sebuah informasi yang butuh bukti. Namun begitu saja kita percaya kepada berita itu meskipun sama sekali tidak ada bukti valid dan konkrit tentang itu. Sedangkan “Putin-Poroshenko menyepakati gencatan senjata”, sedikit perlu diurai: siapakah yang sesungguhnya sedang berperang, Pemerintah Ukraina vs Pemerintah Rusia ataukah Pemerintah Ukraina vs Rakyat Ukraina sendiri yang terpaksa memberontak karena tidak terima dengan Pemerintah baru yang tidak menghormati hak-hak rakyatnya sendiri?

Iraq dan Syria, sebagai zona teror yang diciptakan Amerika Serikat di wilayah lain, juga disiasati serupa. Kedekatan Syiah Iraq yang menjadi pengganti Saddam Husein dengan Pemerintah Iran, menjadi ancaman tersendiri bagi Pemerintah Amerika Serikat yang tampaknya kurang diperhitungkan sebelumnya. Sementara di sebelahnya, kebuntuan siasat nyikut nyilih tangan dalam rangka menggulingkan Bashar Asad, membuat Pemerintah Amerika Serikat setuju terhadap tawaran Israel: menciptakan “negara boneka” bernama ISIS, sebuah “kekhalifahan Islam” dengan Khalifah made in Mossad.

Di luar dugaan, lahirnya ISIS membuat posisi Amerika Serikat semakin rumit. Benar-benar lupa atau memang sudah demikian skenarionya, Amerika Serikat seakan menutup mata terhadap peristiwa kapal USS Liberty: sebuah tragedi ciptaan Israel dengan misi menghasut Amerika Serikat supaya memerangi Mesir.

Posisi Amerika Serikat semakin rumit. Maka diperlukan sebuah berita mengharukan: “Jurnalis Amerika Serikat dipenggal ISIS”. James Fooley, jurnalis yang sudah mati tahun kemarin, tiba-tiba tahun ini hidup lagi demi merelakan kepalanya dipenggal. Setelah itu, di negeri Amerika Serikat sendiri, sebuah survey digelar. Hasilnya: separuh rakyat Amerika Serikat tidak setuju terhadap invasi Amerika Serikat atas Syria. Separuh yang lain setuju asal Obama, Romney, dan pejabat-pejabat Amerika Serikat yang proinvasi sendiri yang pergi berperang ke Syria. Hasil survey yang jauh lebih mengharukan dari berita pemenggalan James Fooley. Maka diperlukan sebuah repetisi: “Jurnalis Amerika Serikat kedua dipenggal ISIS”.

Kasus Ukraina, MH17, ISIS, dan James Fooley, adalah sedikit dari contoh kasus yang menunjukkan bahwa keterbatasan penguasaan kita terhadap bahasa asing selain bahasa Inggris berjasa besar membantu Sindikat Piramida Satu Dollar dalam upaya mereka memblokade informasi yang benar sehingga informasi yang kita punya sekarang hanya tiga: 1. Inggris, Amerika Serikat, dan Israel (beserta segala “dagangan” yang mereka jajakan [di antaranya bernama demokrasi dan hak asasi manusia]) pasti dan selalu baik dan benar; 2. Rusia adalah Uni Soviet, Uni Soviet adalah Komunis, Komunis adalah PKI, PKI adalah G30S, G30S adalah Lubang Buaya; 3. ISIS adalah Khilafah, Khilafah adalah Islam, Islam adalah teroris, teroris adalah Amrozi, Amrozi adalah bom Bali.

Tiga informasi yang, sayangnya, ketiga-tiganya terlanjur tertanam, berakar, dan tumbuh besar dalam alam pikiran kita tanpa pernah kita sadari. Tiga informasi yang kita sangka “pohon jati”, padahal cuma “semak belukar”.

Padangan, 4 September 2014

Posted By: Unknown on Thursday, September 4, 2014

Saturday, August 30, 2014

Islamic Travelogue: Catatan Perjalanan ke Selatan (1)


Dibuka dengan nama Allah, dimulai dari Trinidad, secara khusus, Tur Dakwah Islam “Belahan Bumi Selatan” dilaksanakan mulai Februari 2007 dan berakhir satu tahun kemudian pada Februari 2008. Perjalanan ini membawa saya ke Venezuela dan Argentina (Amerika Selatan), Botswana, Afrika Selatan, dan Zimbabwe (Afrika), Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka (Asia Selatan), hingga Malaysia, Indonesia, dan Singapura (Asia Tenggara). Saya kadang-kadang mengunjungi satu negara sebanyak dua kali. Pada lain waktu, karena “perang yang tidak adil terhadap Islam”, saya terpaksa membatalkan kunjungan ke negara tertentu, Australia dan Selandia Baru misalnya. Meskipun di sana banyak muslim yang menunggu kunjungan saya. Sementara di Fiji dan India, pihak penyelenggara memutuskan untuk menolak menjadi tuan rumah Tur Dakwah Islam karena dibayangi kekhawatiran. Terakhir, saya merasa sedih atas penundaan kunjungan ke beberapa negara seperti Iran, Yaman, dan Hongkong karena keterbatasan waktu.

Saya pernah tinggal selama 10 tahun yang “luar biasa” di New York, sampai dengan September 2001. Saya berada di Bandara JF Kennedy saat “pagi 11/9 yang penting” ketika CIA dan Mossad bekerjasama merencanakan, menyerang, dan menghancurkan WTC Twin Towers di Manhattan yang kemudian dengan penuh kebohongan, menaruh dosa aksi terorisme itu kepada  Arab dan Muslim.

Misteriusnya “Aliansi Yahudi-Kristen Tak Bertuhan” yang sekarang memerintah dunia demi “negara” Yahudi-Eropa (Israel) mungkin menyebabkan adanya keraguan, keberatan, bahkan penolakan terhadap klaim saya bahwa CIA/Mossad lah yang bertanggungjawab merencanakan eksekusi aksi terorisme 11/9 di Amerika Serikat. Mereka yang ragu, keberatan, atau menolak klaim ini malah mungkin akan bersikeras: Pemerintah Amerika telah menunjukkan sikap dan kebijakan yang benar dengan menetapkan bahwa yang bertanggungjawab (dan otomatis yang bersalah) adalah Arab dan Muslim. Pada kasus ini, saya mengundang mereka, sebagaimana saya mengundang siapa saja yang keras kepala dengan pandangan yang sama, agar “maju ke depan” untuk bermubahalah: memohon laknat abadi atas siapa saja yang menetapkan secara tidak benar tanggungjawab dan dosa peristiwa 11/9.  

Saya meninggalkan New York dua minggu setelah peristiwa 11/9 untuk mengadakan persiapan Tur Dakwah Islam ke Afrika Selatan, kemudian terus menerus melakukan perjalanan selama dua tahun sebelum kemudian kembali ke Trinidad pada Agustus 2003. Saya tidak pernah kembali lagi ke Amerika Serikat semenjak itu. Cerita tentang perjalanan itu telah saya tuangkan dalam buku pertama Islamic Travelogue yang dipublikasikan pada akhir 2003. Adanya respon positif dari para pembaca terhadp buku pertama itulah yang membuat saya memutuskan untuk menngorbankan waktu saya dengan berusaha menulis buku kedua Islamic Travelogue ini, yaitu tentang Tur Dakwah Islam periode 2007-2008, meskipun saya sebenarnya juga sedang menulis buku-buku lain yang lebih penting. Semoga Allah meridhai usaha sederhana ini sehingga bisa menginspirasi, setidaknya beberapa dari banyak pembaca, untuk meninggalkan kenyamanan rumah mereka dan melakukan perjalanan demi tujuan Islam yang mulia.

Saya tahu dengan pasti bahwa “guru perjalanan” saya, Dr. Muhammad Fadlur Rahman Ansari, maupun “guru perjalanan” beliau, ‘Abdul Aleem Siddiqui, telah berusaha dan telah mengorbankan waktu mereka untuk menulis Tur Dakwah Islam mereka, sebuah informasi yang telah terdokumentasi, bersama-sama dengan hasil penelitian (luar) dan visi (dalam) mereka, yang mana informasi itu terbukti mengandung manfaat yang besar. Dr. Muhammad Fadlur Rahman Ansari memulai start-nya di “lintasan” ini saat beliau menghasilkan Duta Besar Keliling Islam (The Roving Ambassador of Islam), sebuah catatan perjalanan yang merekam secara ringkas beberapa even dan momen Tur Dunia-nya ‘Abdul Aleem Siddiqui pada tahun 1950an.

Saya telah menulis beberapa buku baru dalam tiga setengah tahun selama saya sedang di rumah saya di Trinidad (Agustus 2003 – Februari 2007), dan sejak saya mempunyai penerbitan sendiri, saya melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur untuk mengelola kerja pencetakan secara personal. Tetapi sebelum saya mendeskripsikan buku-buku baru itu, perkenankan saya untuk menyanpaikan sebuah cerita: Cerita tentang Bagaimana Saya Menjadi Seorang Penulis.

Posted By: Unknown on Saturday, August 30, 2014

Wednesday, August 27, 2014

Polusi Cahaya

Tuhan, air-Mu diracuni
Sehingga kini kami mesti mengusung galon dari sana ke sini
Tuhan, tanah-Mu diracuni
Sehingga negeri subur ini mesti mengimpor padi
Tuhan, udara-Mu diracuni
Sehingga memendek nafas kami: metode pemusnahan populasi
Tuhan, langit-Mu diracuni
Polusi cahaya membutakan teropong kami
Sehingga kami terus berselisih tentang awal puasa dan idul fitri

Tuhan, tembakau ciptaan-Mu dicaci-maki
Sementara uang kertas ciptaan Dajjal-Mu dicari-cari
Tuhan, zakat-sedekah ditinggalkan
Kepada rentenir berdasi kami titipkan harapkan
Tuhan, nabi-nabi-Mu dilalaikan
Sementara lembaga, ulama’, dan media berita dinabi-nabikan
Tuhan, zina berhadiah nikah dihalalkan
Sementara langkah-langkah untuk memahami iradah-Mu diharam-haramkan

Tuhan, tunjukkan kepada kami di mana Khidir bersembunyi
Khidir, beritahukan kepada kami mengapa komedi ini tak kunjung diakhiri

Padangan, 27 Agustus 2014

Posted By: Unknown on Wednesday, August 27, 2014

Thursday, August 21, 2014

Nama

Nama. Name. Ismun. Isme. Semua orang, segala sesuatu, tak bisa lepas dari itu. Bahkan batu-batu: Latta, Manat, Uzza, Baphomet. Semacam pengejawantahan perintah pertama: Ya Adam! Anbi'hum bi asmaa-ihim!

Mungkin yang disebutkan oleh Adam adalah nama-nama malaikat: Jibril-Mikail, Izrail-Israfil, Munkar-Nakir, Raqib-'Atid, Malik-Ridwan. Mungkin juga yang disebutkan olehnya adalah nama-nama segala sesuatu di muka bumi: api, air, tanah, udara. Atau jangan-jangan malah nama-nama seluruh keturunannya: Hugo Chavez, Mahmoud Ahmadinejad, Vladimir Putin.

Hugo Ahmadin bukan nama asli. Tapi tidak digunakannya nama asli "di sini" tak berarti tak menghargai jasa pemberi nama asli. Banyak alasan, salah satunya adalah bahwa pemberi nama asli memberi nama berdasarkan dorongan kekaguman kepada seorang tokoh pertama yang berani melakukan embargo minyak kepada "raja tipu" Amerika Serikat. Maka kekaguman serupa lah yang mendorong penggunaan nama tidak asli "di sini".

Sebenarnya itu nama yang disiapkan untuk seorang bayi. Tapi karena belum diketahui apakah si bayi nantinya perempuan atau laki-laki, dan juga karena si bayi telah terpisah dari bapaknya sejak usianya yang keenam (minggu) dalam kandungan, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan nama itu "di sini".

Kemudian RuangTerang. Semula yang hendak digunakan adalah nama ZonaTerang. Sayang berpuluh sayang, nama itu sudah diambil oleh seseorang. Nama yang kemudian oleh seseorang itu dimubadzirkan.

RuangTerang, ide dasarnya adalah Padangan. Sebuah daerah di mana pada akhirnya Hugo Ahmadin menempati sebuah rumah, setelah sebelum-sebelumnya hanya bisa menempati kost-kostan, asrama, dan kontrakan. Bersyukur karena itu, namun juga disertai penyesalan dan harapan semoga Tuhan memberi ampunan: rumah itu berdiri dengan pondasi pinjaman bank. Sebuah pondasi yang tidak bisa tidak, merupakan sebuah bentuk dukungan terhadap keberlangsungan sistem riba. Sebuah sistem yang Tuhan sendiri mendeklarasikan perang terhadapnya. Sebab riba, hingga saatnya tiba, membawa manusia, hampir seluruhnya, menuju "tempat yang serendah-rendahnya". Sebuah "tempat" yang bertentangan frontal dengan ide penciptaan: "bentuk yang sebaik-baiknya".

Padangan itu lawannya Petengan. Tapi bukan perlawanan frontal, karena tempat yang terang ada justru karena adanya tempat yang gelap. Terang hanya bisa dikenali oleh adanya gelap. Tidak ada yang perlu terlalu dibenci, sebagaimana tidak ada yang perlu terlalu disukai.

Wal akhir, di bawah semua ini perlu digarisbawahi, ini hanya blog amatiran. Tapi meski amatiran, tak berarti tanpa dasar dan tanpa tujuan. Sebuah nama memang hanya sekadar sebuah nama, tapi meski hanya, tak berarti tak ada artinya.

Sambong, 19 Agustus 2014




Posted By: Unknown on Thursday, August 21, 2014

Contact Us

Name

Email *

Message *

 
Copyright © . RuangTerang. Powered by Allah swt.
Designed by :-Way2themes