Monday, September 15, 2014
Bahasa Binatang
Seorang pemuda memohon kepada Musa as.supaya beliau mau bermurah hati mengajarkan ilmu bahasa binatang kepadanya. Musa as., dengan kemurahan hatinya, menolak permohonan si pemuda. Kemurahan hati tidak selalu berarti memberikan segala yang orang lain minta, karena justru dengan tidak memberikan ilmu bahasa binatang itu, sesungguhnya Musa as. sedang menyelamatkan si pemuda dari bencana yang akan menimpanya. Tapi kemurahan hati Tuhannya Musa as. berbeda, sehingga setelah untuk ke sekian kalinya si pemuda memohon dengan sangat (bahasa lainnya: memaksa—sifat khas bani Israel), Tuhan memerintahkan Musa as. untuk mengajarkan ilmu bahasa binatang kepada si pemuda. Tidak semua binatang, tapi sesuai permintaan si pemuda, hanya bahasa anjing dan bahasa ayam jantan saja.
Esok pagi harinya, si pemuda yang telah menguasa ilmu dua bahasa binatang tadi bangun pagi-pagi demi mencoba ilmu barunya. Ilmu yang sebenarnya hanya bisa dikendarai oleh para nabi. Mungkin bukan hanya Sulaiman as. saja, bahkan seluruh nabi, sebab jangankan binatang, batu dan pohon saja mengucapkan salam kepada Muhammad saw..
Sepotong roti dilemparkan ke halaman. Tentu saja yang dituju oleh si pemuda adalah seekor anjingnya. Sayangnya, ayam jantan ternyata bangun lebih pagi dari anjing, sehingga sepotong roti tadi lebih dulu berada di hadapan ayam jantan. Melihat jatah rejekinya direbut ayam jantan, anjing berteriak dari kejauhan, “Tinggalkan roti itu untukku sebab sesuai dengan alat dan sistem pencernaan yang dciptakan Tuhan untuk masing-masing kita, rejekimu adalah biji-bijian dan bukannya roti.”
“Diamlah,” jawab ayam jantan, “Esok pagi, berdasar kabar dari malaikat yang turun membawa fajar pagi tadi, keledai milik tuan kita akan mati. Jadi bersabarlah, karena esok pagi engkau akan mendapat ganti rejeki yang lebih baik dan lebih banyak sebab hari ini engkau telah mengikhlaskan sepotong roti ini untukku. Percayalah, malaikat tidak pernah berdusta.”
Mendengar kabar bahwa esok pagi keledainya akan mati, pemuda-bukan-nabi yang menguasai dua bahasa binatang itu bergegas menjual keledainya, “Untung aku mengerti pembicaraan mereka, kalau tidak, aku pasti menderita kerugian.”
Benar, keesokan pagi, keledai tersebut mati. Tapi di tempat lain, sehingga anjing yang sudah puasa sehari itu marah dan mencerca ayam jantan, “Kamu yang hendak menipuku demi sepotong roti atau malaikat pembawa fajar pagi-mu itu yang telah berdusta?”
Ayam jantan yang belum menyadari bahwa tuan mereka telah mengerti bahasa mereka menjawab, “Milyaran tahun aku selalu berkokok di waktu yang semestinya, dan milyaran tahun malaikat tidak pernah berdusta. Maka bersabarlah sekali lagi, sebab esok pagi kuda tuan kita akan mati.”
Mendengar janji yang lebih besar (kuda selalu lebih besar dari keledai apalagi roti), anjing tersebut menuruti saran ayam jantan. Bersabar sekali lagi artinya berpuasa sehari lagi. Tapi sebagaimana yang terjadi kemarin, pemuda-bukan-nabi itu mengambil tindakan yang sama: menimpakan kerugian kepada orang lain, sehingga kuda tersebut mati di tempat lain.
Anjing, dengan amarah yang membuncah, mendatangi ayam jantan untuk menagih janji. Ayam jantan, dengan keheranan yang memuncak, hanya bisa menyampaikan kabar kematian yang lain lagi, “Bersabarlah sekali lagi, sebab esok pagi, giliran tuan kita yang akan mati. Sebagaimana yang kau tahu, upacara kematian selalu disertai hidangan-hidangan yang terdiri dari daging dan tulang. Memang secara ukuran tidak lebih besar dari kuda, tapi sebagaimana yang kau tahu, daging dan tulang yang dimasak dan diolah dengan bumbu jelas lebih enak dan lebih empuk sehingga tidak terlalu beresiko bagi gigi-gigimu.”
Mendengar janji yang lebih enak dan lebih empuk, anjing tersebut menuruti saran ayam jantan. Bersabar sekali lagi artinya berpuasa sehari lagi. Sementara pemuda-bukan-nabi yang mendengar kabar kematiannya, dengan ketakutan yang membumbung, berlari mencari Musa as., setelah ketemu, ia memohon agar Tuhannya Musa mengampuni dirinya yang telah menyalahkangunakan ilmu bahasa binatang yang menyebabkan dua orang lain menderita kerugian dan juga menyebabkan seekor anjing kelaparan. Namun memohon ampun tidak selalu berarti menyadari kesalahan. Permohonan ampun si pemuda tidak lain adalah sebuah permohonan yang lain: jangan cabut nyawaku. Jangankan nyawa dirinya sendiri, sedang nyawa seekor keledai dan seekor kuda saja ia tak rela.
Musa as. tidak menjawab. Beliau hanya menghadap ke langit, “Wahai Tuhan, selamatkan iman pemuda ini.”
Satu spasi setelah titik yang menutup doa Musa as., pemuda itu mati. Memang mati di tempat lain, tapi seekor anjing yang telah berpuasa tiga hari tetap mendapatkan bagiannya—yang lebih enak dan lebih empuk.
*("Bahasa Binatang" disadur dari salah satu tulisan Jalaluddin Rumi)
Padangan, 14 September 2014
Friday, September 12, 2014
Tuhan Punya Takdir, Manusia Punya Nuklir (2)
(Bagian Kedua dari Beberapa Tulisan)
Judul Tidak Serasi dengan Isi
Masih tentang informasi. Jika pada bagian pertama membahas blokade informasi, pada bagian kedua ini pembahasan bergeser ke bias informasi. Dalam blokade, porsi informasi dibatasi. Namun karena bumi ini luas, dan selalu saja ada orang-orang unik berjiwa pendobrak—meski sedikit sekali dibanding luasnya bumi—sehingga tidak rela dengan bahasa Inggris saja, upaya blokade itu akhirnya disadari kurang memadai sehingga diperlukan metode pendamping.
Contoh yang paling mudah adalah Bank. Dulu tidak ada yang namanya Bank Syariah. Bank ya Bank saja. Anehnya, ketika Bank Syariah lahir sehingga “Bank ya Bank saja” itu akhirnya disebut Bank Konvensional, tak satu orang pun yang berdiri dan mengacungkan jari: Jika uang yang beredar di Bank Syariah itu tak lain adalah uangnya Bank Konvensional juga, atau, jika uang yang beredar di Bank Syariah itu adalah kertas juga, lantas apa bedanya Syariah dengan Bukan Syariah?
Seperti itulah bias informasi. Publik ditipu mentah-mentah oleh istilah, sehingga “derajat” orang yang “percaya” kepada Bank Syariah sesungguhnya lebih tertipu daripada orang yang “percaya” kepada Bank Konvensional. Jauh sebelum itu, sebuah praktek yang oleh Alquran dikenali sebagai riba, dengan metode bias informasi, dikemas dengan nama usury. Namun sekali lagi, karena selalu saja ada orang-orang unik berjiwa pendobrak yang mengabarkan betapa tidak adilnya usury, nama itu sekali lagi dipermak menjadi interest.
Contoh yang lebih jelas lagi adalah bias informasi terhadap perilaku kaum Luth Modern. Awal muncul, kaum itu dijuluki homoseksual. Namun karena “homo” ternyata mengingatkan orang pada monyet-monyet peliharaan Darwin (Homo Wajakensis, Homo Robustus, Homo Soloensis, Homo Sapien), dengan metode bias informasi, julukan itu diganti dengan Gay dan Lesbian. Supaya lebih sopan dan lebih indah. Bukankah sopan dan indah adalah sifat yang kita sukai?
Klasifikasi Bank Konvensional-Bank Syariah dan transformasi usury ke interest atau homoseksual kegay/lesbian adalah contoh bias informasi terstruktur. Artinya, ada proses penciptaan dan penggembalaan arah sejarah terkait dengan klasifikasi dan transformasi tersebut. Namun, sebagaimana blokade informasi dinilai kurang memadai jika berdiri sendiri tanpa metode pendamping, bias informasi terstruktur akhirnya juga dinilai kurang memadai jika tidak didampingi bias informasi tidak terstruktur. Contoh paling gampang bisa dicermati satu persatu di Youtube.
Slogan Sharing is Caring baik jika yang di-share adalah informasi yang baik juga. Sedangkan informasi yang baik, siapapun akan setuju, adalah informasi yang benar. Di Youtube, sedekah (sharing) berbuah petaka karena jumlah orang yang menyedekahkan tahi lebih banyak dari jumlah orang yang menyedekahkan hati. Masih ingat syiir tanpa waton, yang hanya karena judul videonya diembel-embeli “Gus Dur”, lantas ramai orang meyakini bahwa itu ciptaan bahkan dinyanyikan sendiri oleh Gus Dur?
Lengkap sudah perangkat keterperosokan kita: sumber daya kritis tipis plus informasi yang terbatas plus informasi yang dibelokkan arahnya.
Berkaitan dengan situasi Ukraina, keterperosokan kita dipahami betul oleh “mereka”. “Mereka” yang oleh Alquran diperkenalkan kepada kita dengan nama Ya’juj Ma’juj (Gog and Magog). “Mereka” adalah manusia juga, hanya saja mendapat takdir yang berbeda: hanya Tuhan saja yang kuasa memusnahkan mereka. Sebuah takdir yang seharusnya bisa mendatangkan pemahaman kepada kita mengapa mereka begitu ngeyel dengan agenda mereka: menyalahkan Rusia dengan menggunakan Ukraina sebagai batu di balik udang. Apakah Vladimir Putin mendirikan camp konsentrasi dan mengumpulkan orang-orang Ukraina untuk antri “diuapkan”? Jika tidak, mengapa Cameroon, Merkel, Charles, di tempat dan waktu yang masing-masingnya berbeda, sama-sama menggelari Vladimir Putin sebagai Hitler?
Cameroon, Merkel, dan Charles jelas bukan bocah SD. Tapi melihat level rasionalitas mereka dalam membandingkan Hitler denganPutin, duduk di ayunan bocah TK saja mereka sebenarnya tak layak.
Mengakhiri bagian kedua ini, mari kita sama-sama mencari jawaban pertanyaan berikut: mengapa yang mereka jadikan persamaan bagi Putin adalah Hitler dan bukan yang lain, bukankah Lenin dan Stalin lebih dekat kepada Putin daripada Hitler?
Padangan, 10 September 2014
Sunday, September 7, 2014
Daun dan Bunga
Tanpa dasar, kami bertengkar. Bertengkar
tentang daun, tanpa menghiraukan akar. Kami bertengkar tentang jawaban yang
benar: mengapa daun yang ini kering sedang daun yang itu segar. Tanpa sadar,
kami berkelahi sampai sama-sama terkapar. Tak ada sesuatu pun yang bisa membuat
kami bangun dan kembali sadar. Tak juga gelegar halilintar.
Kami belum mati, tapi juga tidak bisa
disebut masih hidup. Darah memang tak
mengucur keluar, tapi membeku di dalam. Terdengar oleh kami sebuah salam, tapi
kebekuan menahan kami tetap diam. Tiba-tiba, seperti kuda, kami terbangun oleh
lecutan cemeti. Terbangun, tapi masih belum kembali sadar. Seseorang entah
siapa, atau sesuatu entah apa, membangunkan kami, hanya supaya kami kembali
bertengkar.
Jika sebelumnya tentang daun, kali ini
tentang bunga. Bunga adalah daun yang tidak puas dengan kedaunannya, sehingga
harus tampil semenarik mungkin agar tidak disebut daun. Ini menurut kami yang
di sebelah sana. Di sebelah sini, menurut kami, bunga adalah kertas yang tidak
puas dengan kekertasannya, sehingga harus ditampilkan semenarik mungkin agar
tidak disebut riba.
Bunga adalah daun, karena itu bersifat
alami. Bunga adalah kertas, karena itu bersifat membohongi. Masing-masing dari
kami bersikeras dengan salah satu dari dua pendapat tadi. Akhirnya, kembali
kami berkelahi. Terkapar sekali lagi. Tak ada sesuatu pun yang bisa membuat
kami bangun dan sadar kembali. Tak juga kobaran api.
Kami seperti Ashabul Kahfi. Bedanya,
Ashabul Kahfi tertidur, kami terkapar. Bedanya lagi, Ashabul Kahfi
mempertahankan diri dari kebodohan para penguasa yang tampak jelas, sedangkan
kami mempertahankan kebodohan kami sendiri. Kebodohan tentang daun dan bunga.
Kebodohan yang membenarkan argumentasi Iblis, “Aku dari api, kamu dari tanah.”
Sambong, 5 September 2014
Thursday, September 4, 2014
Tuhan Punya Takdir, Manusia Punya Nuklir (1)
(Bagian
Pertama dari Beberapa Tulisan)
Benar-benar
bukan tugas saya untuk menulis analisis terhadap konflik yang berlangsung di
sekitar Laut Hitam. Seorang aparat sipil sebuah negara besar namun kecil, jelas
jauh dari kepantasan untuk menimbang, misalnya, seorang Putin, seorang Obama, atau
seorang Poroshenko. Pengalaman menjadi korban fitnah, sebagaimana yang sedang
dirasakan Rusia, dan pengalaman menjadi pihak yang dibodohi sehingga menjadi
umpan, sebagaimana yang diperankan Ukraina, mau tidak mau, muncul menjadi
sebuah kepedulian dalam bentuk yang paling sederhana: tulisan. Dan persetan
dengan segala ketidakpantasan.
Problem
Bahasa dan Blokade Informasi
Berpuluh
tahun, tidak ada yang mempersoalkan mengapa mesti bahasa Inggris yang
disepakati menjadi Bahasa Internasional. Sebuah kesepakatan yang kemudian
menjadikan bahasa Inggris sebagai sebuah materi dalam kurikulum sekolah.
Alhasil, hampir semua orang nonInggris yang pernah bersekolah minimal tingkat
menengah pertama, mengerti bahasa Inggris. Hasil yang lain, hampir semua orang nonInggris,
tidak mengerti bahasa yang lain, bahasa Arab misalnya (sebuah bahasa yang
mestinya dimengerti oleh seluruh orang yang mengaku Islam karena dalam bahasa itulah
Tuhan berdialog dengan mereka), atau bahasa Rusia.
Amerika
Serikat, sebagai istana kedua Dajjal setelah Inggris, mendapatkan keuntungan
besar dari mendunianya bahasa Inggris. Tidak banyaknya perbedaan antara bahasa
Inggris dengan bahasa Amerika Serikat, dengan atau tanpa paksaan, membuat hampir
seluruh orang di dunia hanya akan bisa mendapatkan informasi Internasional dari
media-media berbahasa Inggris yang hampir seluruhnya dimiliki oleh Sindikat
Piramida Satu Dollar (pengamat konspirasi menyebutnya Illuminati) yang dalam
bidang politik saat ini diwakili oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Orang
NU, jika memiliki media, pasti akan memberikan informasi tentang betapa baik
dan benarnya NU. Sikap serupa pun pasti akan dilakukan oleh orang-orang atau lembaga-lembaga
“penggenggam kebaikan dan kebenaran” yang lain. Contoh yang paling dekat bisa
dilihat pada betapa lucunya media proJokowi dan media proPrabowo dalam
menjajakan kebaikan dan kebenaran masing-masing. Pemerintah Amerika Serikat pun
sama. Media-media yang menjadi corong informasi, separuh berisi “kebaikan dan
kebenaran” Amerika Serikat, dan separuh berisi “keburukan dan kesalahan” Iraq, Iran,
Al-Qaeda, Libya, Venezuela, Syria, dan terakhir Rusia.
Berita
“Rusia mengirim ribuan pasukan ke perbatasan Ukraina”, “Rusia bertanggungjawab
terhadap tragedi MH17”, bahkan berita yang sepintas tidak janggal “Putin-Poroshenko
menyepakati gencatan senjata”, wajar jika membuat Menteri Luar negeri Rusia sampai
berteriak, “Jika ingin mendapatkan informasi yang benar, tonton juga televisi
Rusia!”
“Rusia
mengirim ribuan pasukan ke perbatasan Ukraina” dan “Rusia bertanggungjawab
terhadap tragedi MH17” jelas sebuah informasi yang butuh bukti. Namun begitu
saja kita percaya kepada berita itu meskipun sama sekali tidak ada bukti valid
dan konkrit tentang itu. Sedangkan “Putin-Poroshenko menyepakati gencatan
senjata”, sedikit perlu diurai: siapakah yang sesungguhnya sedang berperang, Pemerintah
Ukraina vs Pemerintah Rusia ataukah Pemerintah Ukraina vs Rakyat Ukraina
sendiri yang terpaksa memberontak karena tidak terima dengan Pemerintah baru
yang tidak menghormati hak-hak rakyatnya sendiri?
Iraq
dan Syria, sebagai zona teror yang diciptakan Amerika Serikat di wilayah lain, juga
disiasati serupa. Kedekatan Syiah Iraq yang menjadi pengganti Saddam Husein dengan
Pemerintah Iran, menjadi ancaman tersendiri bagi Pemerintah Amerika Serikat yang
tampaknya kurang diperhitungkan sebelumnya. Sementara di sebelahnya, kebuntuan
siasat nyikut nyilih tangan dalam rangka menggulingkan Bashar Asad,
membuat Pemerintah Amerika Serikat setuju terhadap tawaran Israel: menciptakan “negara
boneka” bernama ISIS, sebuah “kekhalifahan Islam” dengan Khalifah made in Mossad.
Di
luar dugaan, lahirnya ISIS membuat posisi Amerika Serikat semakin rumit.
Benar-benar lupa atau memang sudah demikian skenarionya, Amerika Serikat seakan
menutup mata terhadap peristiwa kapal USS Liberty: sebuah tragedi ciptaan
Israel dengan misi menghasut Amerika Serikat supaya memerangi Mesir.
Posisi
Amerika Serikat semakin rumit. Maka diperlukan sebuah berita mengharukan: “Jurnalis
Amerika Serikat dipenggal ISIS”. James Fooley, jurnalis yang sudah mati tahun
kemarin, tiba-tiba tahun ini hidup lagi demi merelakan kepalanya dipenggal.
Setelah itu, di negeri Amerika Serikat sendiri, sebuah survey digelar.
Hasilnya: separuh rakyat Amerika Serikat tidak setuju terhadap invasi Amerika
Serikat atas Syria. Separuh yang lain setuju asal Obama, Romney, dan
pejabat-pejabat Amerika Serikat yang proinvasi sendiri yang pergi berperang ke
Syria. Hasil survey yang jauh lebih mengharukan dari berita pemenggalan James Fooley.
Maka diperlukan sebuah repetisi: “Jurnalis Amerika Serikat kedua dipenggal ISIS”.
Kasus
Ukraina, MH17, ISIS, dan James Fooley, adalah sedikit dari contoh kasus yang
menunjukkan bahwa keterbatasan penguasaan kita terhadap bahasa asing selain
bahasa Inggris berjasa besar membantu Sindikat Piramida Satu Dollar dalam upaya
mereka memblokade informasi yang benar sehingga informasi yang kita punya
sekarang hanya tiga: 1. Inggris, Amerika Serikat, dan Israel (beserta segala “dagangan”
yang mereka jajakan [di antaranya bernama demokrasi dan hak asasi manusia]) pasti
dan selalu baik dan benar; 2. Rusia adalah Uni Soviet, Uni Soviet adalah
Komunis, Komunis adalah PKI, PKI adalah G30S, G30S adalah Lubang Buaya; 3. ISIS
adalah Khilafah, Khilafah adalah Islam, Islam adalah teroris, teroris adalah
Amrozi, Amrozi adalah bom Bali.
Tiga
informasi yang, sayangnya, ketiga-tiganya terlanjur tertanam, berakar, dan
tumbuh besar dalam alam pikiran kita tanpa pernah kita sadari. Tiga informasi
yang kita sangka “pohon jati”, padahal cuma “semak belukar”.
Padangan,
4 September 2014
Saturday, August 30, 2014
Islamic Travelogue: Catatan Perjalanan ke Selatan (1)
Published Under :
Terjemah
Dibuka dengan nama Allah, dimulai dari
Trinidad, secara khusus, Tur Dakwah Islam “Belahan Bumi Selatan” dilaksanakan
mulai Februari 2007 dan berakhir satu tahun kemudian pada Februari 2008.
Perjalanan ini membawa saya ke Venezuela dan Argentina (Amerika Selatan),
Botswana, Afrika Selatan, dan Zimbabwe (Afrika), Bangladesh, Pakistan, dan Sri
Lanka (Asia Selatan), hingga Malaysia, Indonesia, dan Singapura (Asia
Tenggara). Saya kadang-kadang mengunjungi satu negara sebanyak dua kali. Pada lain
waktu, karena “perang yang tidak adil terhadap Islam”, saya terpaksa
membatalkan kunjungan ke negara tertentu, Australia dan Selandia Baru misalnya.
Meskipun di sana banyak muslim yang menunggu kunjungan saya. Sementara di Fiji
dan India, pihak penyelenggara memutuskan untuk menolak menjadi tuan rumah Tur
Dakwah Islam karena dibayangi kekhawatiran. Terakhir, saya merasa sedih atas
penundaan kunjungan ke beberapa negara seperti Iran, Yaman, dan Hongkong karena
keterbatasan waktu.
Saya pernah tinggal selama 10 tahun yang “luar
biasa” di New York, sampai dengan September 2001. Saya berada di Bandara JF
Kennedy saat “pagi 11/9 yang penting” ketika CIA dan Mossad bekerjasama
merencanakan, menyerang, dan menghancurkan WTC Twin Towers di Manhattan yang
kemudian dengan penuh kebohongan, menaruh dosa aksi terorisme itu kepada Arab dan Muslim.
Misteriusnya “Aliansi Yahudi-Kristen Tak
Bertuhan” yang sekarang memerintah dunia demi “negara” Yahudi-Eropa (Israel)
mungkin menyebabkan adanya keraguan, keberatan, bahkan penolakan terhadap klaim
saya bahwa CIA/Mossad lah yang bertanggungjawab merencanakan eksekusi aksi
terorisme 11/9 di Amerika Serikat. Mereka yang ragu, keberatan, atau menolak klaim ini
malah mungkin akan bersikeras: Pemerintah Amerika telah menunjukkan sikap dan
kebijakan yang benar dengan menetapkan bahwa yang bertanggungjawab (dan
otomatis yang bersalah) adalah Arab dan Muslim. Pada kasus ini, saya mengundang
mereka, sebagaimana saya mengundang siapa saja yang keras kepala dengan
pandangan yang sama, agar “maju ke depan” untuk bermubahalah: memohon laknat
abadi atas siapa saja yang menetapkan secara tidak benar tanggungjawab dan dosa
peristiwa 11/9.
Saya meninggalkan New York dua minggu
setelah peristiwa 11/9 untuk mengadakan persiapan Tur Dakwah Islam ke Afrika
Selatan, kemudian terus menerus melakukan perjalanan selama dua tahun sebelum
kemudian kembali ke Trinidad pada Agustus 2003. Saya tidak pernah kembali lagi
ke Amerika Serikat semenjak itu. Cerita tentang perjalanan itu telah saya
tuangkan dalam buku pertama Islamic Travelogue yang dipublikasikan pada akhir
2003. Adanya respon positif dari para pembaca terhadp buku pertama itulah yang
membuat saya memutuskan untuk menngorbankan waktu saya dengan berusaha menulis
buku kedua Islamic Travelogue ini, yaitu tentang Tur Dakwah Islam periode
2007-2008, meskipun saya sebenarnya juga sedang menulis buku-buku lain yang lebih
penting. Semoga Allah meridhai usaha sederhana ini sehingga bisa menginspirasi,
setidaknya beberapa dari banyak pembaca, untuk meninggalkan kenyamanan rumah
mereka dan melakukan perjalanan demi tujuan Islam yang mulia.
Saya tahu dengan pasti bahwa “guru
perjalanan” saya, Dr. Muhammad Fadlur Rahman Ansari, maupun “guru perjalanan”
beliau, ‘Abdul Aleem Siddiqui, telah berusaha dan telah mengorbankan waktu
mereka untuk menulis Tur Dakwah Islam mereka, sebuah informasi yang telah
terdokumentasi, bersama-sama dengan hasil penelitian (luar) dan visi
(dalam) mereka, yang mana informasi itu terbukti mengandung manfaat yang besar. Dr.
Muhammad Fadlur Rahman Ansari memulai start-nya di “lintasan” ini saat
beliau menghasilkan Duta Besar Keliling Islam (The Roving Ambassador of Islam),
sebuah catatan perjalanan yang merekam secara ringkas beberapa even dan momen
Tur Dunia-nya ‘Abdul Aleem Siddiqui pada tahun 1950an.
Saya telah menulis beberapa buku baru dalam
tiga setengah tahun selama saya sedang di rumah saya di Trinidad (Agustus 2003 –
Februari 2007), dan sejak saya mempunyai penerbitan sendiri, saya melakukan
perjalanan ke Kuala Lumpur untuk mengelola kerja pencetakan secara personal.
Tetapi sebelum saya mendeskripsikan buku-buku baru itu, perkenankan saya untuk
menyanpaikan sebuah cerita: Cerita tentang Bagaimana Saya Menjadi Seorang
Penulis.
Wednesday, August 27, 2014
Polusi Cahaya
Published Under :
Puisi
Tuhan, air-Mu diracuni
Sehingga kini kami mesti mengusung galon dari sana ke sini
Tuhan, tanah-Mu diracuni
Sehingga negeri subur ini mesti mengimpor padi
Tuhan, udara-Mu diracuni
Sehingga memendek nafas kami: metode pemusnahan populasi
Tuhan, langit-Mu diracuni
Polusi cahaya membutakan teropong kami
Sehingga kami terus berselisih tentang awal puasa dan idul fitri
Tuhan, tembakau ciptaan-Mu dicaci-maki
Sementara uang kertas ciptaan Dajjal-Mu dicari-cari
Tuhan, zakat-sedekah ditinggalkan
Kepada rentenir berdasi kami titipkan harapkan
Tuhan, nabi-nabi-Mu dilalaikan
Sementara lembaga, ulama’, dan media berita dinabi-nabikan
Tuhan, zina berhadiah nikah dihalalkan
Sementara langkah-langkah untuk memahami iradah-Mu diharam-haramkan
Tuhan, tunjukkan kepada kami di mana Khidir bersembunyi
Khidir, beritahukan kepada kami mengapa komedi ini tak kunjung diakhiri
Padangan, 27 Agustus 2014
Thursday, August 21, 2014
Nama
Published Under :
Catatan
Nama. Name. Ismun. Isme. Semua orang, segala sesuatu, tak bisa lepas dari itu. Bahkan batu-batu: Latta, Manat, Uzza, Baphomet. Semacam pengejawantahan perintah pertama: Ya Adam! Anbi'hum bi asmaa-ihim!
Mungkin yang disebutkan oleh Adam adalah nama-nama malaikat: Jibril-Mikail, Izrail-Israfil, Munkar-Nakir, Raqib-'Atid, Malik-Ridwan. Mungkin juga yang disebutkan olehnya adalah nama-nama segala sesuatu di muka bumi: api, air, tanah, udara. Atau jangan-jangan malah nama-nama seluruh keturunannya: Hugo Chavez, Mahmoud Ahmadinejad, Vladimir Putin.
Hugo Ahmadin bukan nama asli. Tapi tidak digunakannya nama asli "di sini" tak berarti tak menghargai jasa pemberi nama asli. Banyak alasan, salah satunya adalah bahwa pemberi nama asli memberi nama berdasarkan dorongan kekaguman kepada seorang tokoh pertama yang berani melakukan embargo minyak kepada "raja tipu" Amerika Serikat. Maka kekaguman serupa lah yang mendorong penggunaan nama tidak asli "di sini".
Sebenarnya itu nama yang disiapkan untuk seorang bayi. Tapi karena belum diketahui apakah si bayi nantinya perempuan atau laki-laki, dan juga karena si bayi telah terpisah dari bapaknya sejak usianya yang keenam (minggu) dalam kandungan, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan nama itu "di sini".
Kemudian RuangTerang. Semula yang hendak digunakan adalah nama ZonaTerang. Sayang berpuluh sayang, nama itu sudah diambil oleh seseorang. Nama yang kemudian oleh seseorang itu dimubadzirkan.
RuangTerang, ide dasarnya adalah Padangan. Sebuah daerah di mana pada akhirnya Hugo Ahmadin menempati sebuah rumah, setelah sebelum-sebelumnya hanya bisa menempati kost-kostan, asrama, dan kontrakan. Bersyukur karena itu, namun juga disertai penyesalan dan harapan semoga Tuhan memberi ampunan: rumah itu berdiri dengan pondasi pinjaman bank. Sebuah pondasi yang tidak bisa tidak, merupakan sebuah bentuk dukungan terhadap keberlangsungan sistem riba. Sebuah sistem yang Tuhan sendiri mendeklarasikan perang terhadapnya. Sebab riba, hingga saatnya tiba, membawa manusia, hampir seluruhnya, menuju "tempat yang serendah-rendahnya". Sebuah "tempat" yang bertentangan frontal dengan ide penciptaan: "bentuk yang sebaik-baiknya".
Padangan itu lawannya Petengan. Tapi bukan perlawanan frontal, karena tempat yang terang ada justru karena adanya tempat yang gelap. Terang hanya bisa dikenali oleh adanya gelap. Tidak ada yang perlu terlalu dibenci, sebagaimana tidak ada yang perlu terlalu disukai.
Wal akhir, di bawah semua ini perlu digarisbawahi, ini hanya blog amatiran. Tapi meski amatiran, tak berarti tanpa dasar dan tanpa tujuan. Sebuah nama memang hanya sekadar sebuah nama, tapi meski hanya, tak berarti tak ada artinya.
Sambong, 19 Agustus 2014
Mungkin yang disebutkan oleh Adam adalah nama-nama malaikat: Jibril-Mikail, Izrail-Israfil, Munkar-Nakir, Raqib-'Atid, Malik-Ridwan. Mungkin juga yang disebutkan olehnya adalah nama-nama segala sesuatu di muka bumi: api, air, tanah, udara. Atau jangan-jangan malah nama-nama seluruh keturunannya: Hugo Chavez, Mahmoud Ahmadinejad, Vladimir Putin.
Hugo Ahmadin bukan nama asli. Tapi tidak digunakannya nama asli "di sini" tak berarti tak menghargai jasa pemberi nama asli. Banyak alasan, salah satunya adalah bahwa pemberi nama asli memberi nama berdasarkan dorongan kekaguman kepada seorang tokoh pertama yang berani melakukan embargo minyak kepada "raja tipu" Amerika Serikat. Maka kekaguman serupa lah yang mendorong penggunaan nama tidak asli "di sini".
Sebenarnya itu nama yang disiapkan untuk seorang bayi. Tapi karena belum diketahui apakah si bayi nantinya perempuan atau laki-laki, dan juga karena si bayi telah terpisah dari bapaknya sejak usianya yang keenam (minggu) dalam kandungan, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan nama itu "di sini".
Kemudian RuangTerang. Semula yang hendak digunakan adalah nama ZonaTerang. Sayang berpuluh sayang, nama itu sudah diambil oleh seseorang. Nama yang kemudian oleh seseorang itu dimubadzirkan.
RuangTerang, ide dasarnya adalah Padangan. Sebuah daerah di mana pada akhirnya Hugo Ahmadin menempati sebuah rumah, setelah sebelum-sebelumnya hanya bisa menempati kost-kostan, asrama, dan kontrakan. Bersyukur karena itu, namun juga disertai penyesalan dan harapan semoga Tuhan memberi ampunan: rumah itu berdiri dengan pondasi pinjaman bank. Sebuah pondasi yang tidak bisa tidak, merupakan sebuah bentuk dukungan terhadap keberlangsungan sistem riba. Sebuah sistem yang Tuhan sendiri mendeklarasikan perang terhadapnya. Sebab riba, hingga saatnya tiba, membawa manusia, hampir seluruhnya, menuju "tempat yang serendah-rendahnya". Sebuah "tempat" yang bertentangan frontal dengan ide penciptaan: "bentuk yang sebaik-baiknya".
Padangan itu lawannya Petengan. Tapi bukan perlawanan frontal, karena tempat yang terang ada justru karena adanya tempat yang gelap. Terang hanya bisa dikenali oleh adanya gelap. Tidak ada yang perlu terlalu dibenci, sebagaimana tidak ada yang perlu terlalu disukai.
Wal akhir, di bawah semua ini perlu digarisbawahi, ini hanya blog amatiran. Tapi meski amatiran, tak berarti tanpa dasar dan tanpa tujuan. Sebuah nama memang hanya sekadar sebuah nama, tapi meski hanya, tak berarti tak ada artinya.
Sambong, 19 Agustus 2014
Subscribe to:
Posts (Atom)